Polisi Ungkap Upaya Pihak Tertentu Jadikan Pelajar “Tameng” dalam Aksi Demo
timormedia.org – Polda Metro Jaya mengungkap adanya pola masif yang menyasar pelajar untuk dijadikan tameng atau martir dalam demo di Jakarta. Dalam konferensi pers Kamis (4/9/2025), Wadir Reskrimum AKBP Putu Kholis Aryana menjelaskan bahwa ajakan melibatkan pelajar dilakukan secara sistematis melalui media sosial.
Data di lapangan menunjukkan peningkatan signifikan keterlibatan anak-anak ini: dari 51% (25 Agustus) melonjak ke 72% (pasca-28 Agustus). Indikasi ini mengkhawatirkan karena menunjukkan adanya eskalasi penggunaan kelompok rentan seperti pelajar dalam unjuk rasa yang berpotensi memicu kericuhan.
Putu menyebut bahwa jaringan yang terlibat dalam motif ini tidak hanya menggunakan pelajar untuk hadir secara fisik, tetapi juga memanfaatkan status mereka sebagai miniatur korban—”martir”—agar isu demo mendapat simpati instan. Menurutnya, pelajar belum mengerti tuntunan dan tujuan demo, sehingga situasi menjadi tidak terkendali setelah kericuhan terjadi.
Lonjakan Peserta Pelajar & Dampak Provokasi Media Sosial
Sejumlah data menunjukkan lonjakan dramatis keterlibatan pelajar dalam aksi demo belakangan ini. Untuk kasus di Jakarta, jumlah pelajar yang ikut unjuk rasa pasca-28 Agustus mencapai 72%, dibanding 51% di awal minggu sebelumnya.
Menurut Kakorlap KPAI, Diyah Puspitarini, pola partisipasi pelajar ini terjadi hampir merata di berbagai daerah—bukannya lebih acak. Ia menyoroti bahwa pelajar difokuskan untuk jadi “tameng” akibat provokasi dan disinformasi yang tersebar di medsos.
Di DPR pula, 120 pelajar dicegah oleh polisi setiap jam demo berlangsung. Mereka coba dihalau secara humanis sebelum terkepung massa. Kepala Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam, menjelaskan bahwa ajakan untuk turun dilakukan lewat berbagai kanal medsos dan menarget pelajar karena dianggap lebih mudah digerakkan.
KPAI — Evaluasi Keterlibatan Pelajar & Hak Anak
KPAI memandang fenomena ini sebagai ancaman terhadap perlindungan anak. Diyah menyampaikan bahwa pelajar tidak sekadar hadir spontan — ada sengaja menggerakkan mereka dari daerah hingga pelosok.
KPAI juga memerhatikan keberadaan ratusan pelajar yang diamankan polisi selama beberapa aksi. Data menunjukkan bahwa pelajar yang ditangkap pada 25—28 Agustus berkisar puluhan hingga ratusan orang per hari antar wilayah Jakarta dan sekitarnya.
KPAI mendorong agar pendekatan yang digunakan polisi dalam menangani anak-anak dilakukan secara humanis dan memenuhi hak-hak dasar, termasuk pendampingan hukum dari KPAI atau pihak terkait. Jangan sampai pelajar menjadi objek manipulasi dalam situasi politik dan publik.
Apa Peran Media Sosial dalam Keterlibatan Pelajar?
Polisi menemukan adanya kesamaan pola ajakan di media sosial yang menyasar anak-anak atau pelajar sekolah. Konten dan narasi provokatif disebar untuk membujuk mereka ikut bahkan terlibat dalam potensi kerusuhan.
Analisis juga menunjukkan bahwa ajakan dari medsos lebih efektif karena menggaet emosi dan rasa ingin tahu—apalagi bagi pelajar yang belum memiliki pengetahuan kontekstual soal apa itu aksi unjuk rasa. Banyak yang datang hanya sekadar “ingin menonton”.
Polisi meminta masyarakat agar berhati-hati terhadap narasi yang viral, dan mengimbau orang tua untuk lebih aktif mengawasi konten yang dikonsumsi anak-anak. Media sosial perlu dikritisi, bukan sekadar dijadikan pelopor gerakan.