Kasus Penabrakan Affan: 5 Anggota Brimob Bersaksi untuk Bripka Rohmat

Latar Belakang Kasus Penabrakan Affan oleh Rantis Brimob

timormedia.org – demonstrasi di sekitar Gedung DPR berlangsung ricuh. Di tengah kekacauan itu, sebuah kendaraan taktis (rantis) Brimob menabrak dan melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Affan sempat ditabrak, rantis berhenti sejenak, lalu melaju lagi hingga menewaskan dirinya. Jajaran pengemudi ojol dan warga langsung mengepung Mako Brimob Kwitang, menyuarakan protes keras atas tindakan brutal tersebut. Peristiwa yang terekam luas itu memicu gelombang kemarahan nasional, dengan tagar #PolisiPembunuhRakyat trending di media sosial.

Polri cepat merespons. Tujuh anggota Brimob yang berada di dalam rantis resmi ditahan khusus (patsus) selama 20 hari dan dinyatakan memiliki status seperti tersangka. Dua di antaranya —Bripka Rohmat (pengemudi) dan Kompol Kosmas K Gae (komandan batalyon yang duduk di samping sopir)—dijerat pelanggaran etik berat, sementara lima lainnya dilabeli pelanggaran sedang.

Propam Polri telah memanggil lima anggota Brimob ini sebagai saksi yang akan bersaksi mendukung Bripka Rohmat dalam sidang etik. Langkah ini penting untuk memperjelas posisi etika serta tanggung jawab dalam tragedi berdarah tersebut.

Peran dan Situasi Kelima Anggota Brimob dalam Sidang Etik

Menurut keterangan Brigjen Agus Wijayanto dari Divisi Propam Polri, dua pelaku utama—Bripka Rohmat dan Kompol Kosmas—diancam dengan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sebagai konsekuensi dari pelanggaran etik berat. Namun untuk lima anggota lainnya, statusnya berbeda—hanya kategori pelanggaran sedang. Sanksi bisa berupa mutasi demosi, penundaan pangkat, atau penundaan pendidikan sesuai hasil sidang etik.

Kelima anggota—Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David—tampil sebagai saksi kunci. Mereka diharapkan memberikan gambaran lebih jelas: apakah Bripka Rohmat memang terpaksa bertindak demikian karena situasi darurat atau memang bersalah secara etika. Sidang etik untuk kasus ini sudah dijadwalkan: Kompol Kosmas diproses lebih dulu (Rabu 3 September), disusul Bripka Rohmat (Kamis 4 September).

Sidang etik ini akan melibatkan juga pihak eksternal seperti Kompolnas dan Komnas HAM, yang memastikan ada kontribusi objektif dari luar institusi untuk menjaga kredibilitas proses.

Proses Etik dan Potensi Pemecatan Bripka Rohmat

Kompolnas menyuarakan keyakinannya bahwa dalam gelar perkara, potensi pemecatan anggota Brimob terbuka lebar, bahkan juga kemungkinan dilanjutkan ke jalur pidana di Bareskrim.  Komnas HAM juga melibatkan diri dalam pengusutan untuk membuktikan apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian yang menyebabkan kematian Affan. Hal ini memastikan pendekatan human rights tetap jadi perhatian serius.

Sidang etik Kompol Kosmas akhirnya menghasilkan pemecatan dengan PTDH. Sedangkan Bripka Rohmat masih dalam proses sidang yang sedang berlangsung, menanti hasil penilaian dari kode etik profesi Polri.

(Penutup): Harapan Keadilan dan Transparansi Proses

Dalam situasi ini, kesaksian lima anggota Brimob untuk Bripka Rohmat sangat krusial—mereka punya peran sebagai saksi utama dalam proses etik. Proses ini harus berjalan transparan, adil, dan objektif agar kepercayaan publik kembali terbangun.